Setiap makhluk hidup mempunyai tujuan hidup. Ayam mematuk beras untuk hidup, Kambing memakan rumput-rumput untuk hidup, Ular memangsa tikus untuk hidup, begitupun manusia, makan nasi untuk hidup. Berarti makan cuman untuk hidup? atau sebaliknya, hidup untuk makan?
Faktanya setiap orang di rentang usia yang berbeda juga memiliki definisi yang berbeda mengenai apa tujuan hidup. Tergantung dari apa yang menurut mereka penting pada saat itu. Kalau saya sendiri yang ditanya, “Apa tujuan hidup kamu?”. Dulu saya masih berpikir, tujuan hidup saya perbanyak ibadah, selesai kuliah tepat waktu, kerja, menikah, punya anak. Udah. Tapi seiring berjalannya waktu, banyak sekali yang mengubah pandangan saya. Bahwa tujuan hidup ini bukan hanya masalah dunia, tetapi memikirkan akhirat juga. Karena sejatinya kita hidup didunia ini hanya sementara dan diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya.
“Innasholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahita’ala”
Sesungguhnya hidup dan matiku hanya untuk Allah SWT.
Tercenung melihat pemberitaan di media social tentang gadis Makassar yang menghembuskan nafas terakhir di pangkuan ayahnya. Menurut pemberitaan, gadis ini sedang menjalankan puasa senin kamis, selesai shalat shubuh melanjutkan murajaah hafalan di depan ayahnya, dan saat murajaah tiba-tiba saja mengucapkan Lailahaillalah kemudian seperti orang pingsan. Yang ternyata itulah kalimat terakhir yang diucapkannya. MasyaAllah ukhti, Indah sekali perjalanan akhirmu ketika dijemput oleh sang malaikat maut. Tidak ada cela, tidak menyusahkan orang lain, begitu mudahnya ruhmu lepas dari jasadmu.
Dalam sebuah hadits RasulullahSAW menjelaskan bahwa kesakitan ketika hampir mati itu seperti dipukul 100 kali dengan pedang tajam atau seperti dikoyak kulitnya dari daging ketika masih hidup. Bayangkanlah betapa sakit dan dahsyatnya saat menghadapi kematian. Bahkan Nabi Idris yang minta cara terhalus dalam mencabut nyawanya pun masih merasakan sakit luar biasa. Maka sangat beruntunglah siapa yang meninggalnya dalam keadaan khusnul khatimah.
Melihat dari kisah seorang gadis Makassar, tercetus tujuan hidup baru saya, yaitu meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Bagi saya tidak ada hal yang terbahagia dari kebahagiaan dibandingkan menghadap Sang Pencipta dalam keadaan khusnul khatimah, pertanda Allah telah meridhoi segala amal dan perbuatan selama di dunia. Semakin bersemangat untuk melandasi segala aktivitas hanya karena Allah. Berharap sisa waktu selama di dunia ini bermanfaat walaupun suatu saat nafas tak lagi berhembus.
Mengingat hadits rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas ra, bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia dimuka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang merenung wajah seseorang, ditemukan orang itu ada yang tertawa-tawa. Maka Izrail berkata,” Alangkah herannya aku melihat orang ini, sedangkan aku diutus oleh Allah untuk mencabut nyawanya, tetapi dia masih bersantai dan bergelak tawa.”
Semoga kita termasuk orang yang mengingat mati. Dalam arti selalu menyiapkan diri untuk mengahadapi maut yang bisa datang kapan saja. Karena maut tak mengenal usia, kaya atau miskin.
Faktanya setiap orang di rentang usia yang berbeda juga memiliki definisi yang berbeda mengenai apa tujuan hidup. Tergantung dari apa yang menurut mereka penting pada saat itu. Kalau saya sendiri yang ditanya, “Apa tujuan hidup kamu?”. Dulu saya masih berpikir, tujuan hidup saya perbanyak ibadah, selesai kuliah tepat waktu, kerja, menikah, punya anak. Udah. Tapi seiring berjalannya waktu, banyak sekali yang mengubah pandangan saya. Bahwa tujuan hidup ini bukan hanya masalah dunia, tetapi memikirkan akhirat juga. Karena sejatinya kita hidup didunia ini hanya sementara dan diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya.
“Innasholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahita’ala”
Sesungguhnya hidup dan matiku hanya untuk Allah SWT.
Tercenung melihat pemberitaan di media social tentang gadis Makassar yang menghembuskan nafas terakhir di pangkuan ayahnya. Menurut pemberitaan, gadis ini sedang menjalankan puasa senin kamis, selesai shalat shubuh melanjutkan murajaah hafalan di depan ayahnya, dan saat murajaah tiba-tiba saja mengucapkan Lailahaillalah kemudian seperti orang pingsan. Yang ternyata itulah kalimat terakhir yang diucapkannya. MasyaAllah ukhti, Indah sekali perjalanan akhirmu ketika dijemput oleh sang malaikat maut. Tidak ada cela, tidak menyusahkan orang lain, begitu mudahnya ruhmu lepas dari jasadmu.
Dalam sebuah hadits RasulullahSAW menjelaskan bahwa kesakitan ketika hampir mati itu seperti dipukul 100 kali dengan pedang tajam atau seperti dikoyak kulitnya dari daging ketika masih hidup. Bayangkanlah betapa sakit dan dahsyatnya saat menghadapi kematian. Bahkan Nabi Idris yang minta cara terhalus dalam mencabut nyawanya pun masih merasakan sakit luar biasa. Maka sangat beruntunglah siapa yang meninggalnya dalam keadaan khusnul khatimah.
Melihat dari kisah seorang gadis Makassar, tercetus tujuan hidup baru saya, yaitu meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Bagi saya tidak ada hal yang terbahagia dari kebahagiaan dibandingkan menghadap Sang Pencipta dalam keadaan khusnul khatimah, pertanda Allah telah meridhoi segala amal dan perbuatan selama di dunia. Semakin bersemangat untuk melandasi segala aktivitas hanya karena Allah. Berharap sisa waktu selama di dunia ini bermanfaat walaupun suatu saat nafas tak lagi berhembus.
Mengingat hadits rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas ra, bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia dimuka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang merenung wajah seseorang, ditemukan orang itu ada yang tertawa-tawa. Maka Izrail berkata,” Alangkah herannya aku melihat orang ini, sedangkan aku diutus oleh Allah untuk mencabut nyawanya, tetapi dia masih bersantai dan bergelak tawa.”
Semoga kita termasuk orang yang mengingat mati. Dalam arti selalu menyiapkan diri untuk mengahadapi maut yang bisa datang kapan saja. Karena maut tak mengenal usia, kaya atau miskin.
Komentar
Posting Komentar